Solusi dari "Buatlah Karangan Dengan Judul Cornelis De Houtman Vs Keumalahayati​"

Bila teman-teman ingin menemukan cara menjawab atas soal buatlah karangan dengan judul cornelis de houtman vs keumalahayati​, maka sobat sudah ada di website yang benar.

Kami telah menyiapkan 1 jawaban dari buatlah karangan dengan judul cornelis de houtman vs keumalahayati​. OK, langsung saja pelajari cara menyelesaikannya selanjutnya di bawah ini:

Buatlah Karangan Dengan Judul Cornelis De Houtman Vs Keumalahayati​

Jawaban: #1:

Jawaban:Dua kapal besar berbendera Belanda tampak merapat ke Pelabuhan Aceh pada pertengahan Juni 1599. Dua kapal tersebut dinakhodai oleh dua bersaudara, yakni Frederick dan Cornelis de Houtman. Semula, kedatangan mereka disambut dengan baik. Namun, nantinya, Cornelis justru mati di tangan seorang perempuan tangguh, Laksamana Laut Kesultanan Aceh Darussalam, Malahayati

Pelayaran ke Aceh menjadi tujuan yang ke sekian kalinya bagi de Houtman bersaudara di wilayah Nusantara. Apesnya, nyaris seluruh upaya menemukan pusat rempah-rempah itu berujung kegagalan. Banten, Madura, hingga Bali, sebelumnya telah disambangi, namun selalu berakhir dengan pertikaian kontra warga lokal lantaran tabiat kaum pelaut Belanda yang memang kurang bersahabat.

Di Serambi Mekah, petualangan kakak-beradik ini usai sudah. Frederick sempat ditawan pasukan Aceh dan cukup mujur akhirnya bisa pulang ke Belanda. Sementara Cornelis bernasib jauh lebih buruk. Nyawanya pungkas di ujung rencong Laksamana Malahayati dalam duel satu lawan satu yang berlangsung di atas kapalnya sendiri.

Putri Istana Berjiwa Tentara

Nama aslinya Keumalahayati meskipun ia lebih dikenal dengan sapaan yang lebih singkat: Malahayati. Perempuan pemberani ini masih termasuk keluarga inti kerajaan. Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, adalah keturunan Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530), pendiri Kesultanan Aceh Darussalam (Rusdi Sufi dalam Ismail Sofyan, eds., Wanita Utama Nusantara dalam Lintasan Sejarah, 1994:30).

Sejak kecil, Malahayati tidak terlalu suka bersolek. Ia lebih gemar berlatih ketangkasan yang kelak membawanya menuju cita-cita yang memang didambakannya: menjadi panglima perang meskipun ia seorang perempuan. Bakat itu mengalir langsung dari ayah dan kakeknya yang pernah menjabat sebagai laksamana angkatan laut Kesultanan Aceh.Ajaran Islam memang dianut dengan serius di Aceh. Namun, urusan gender tidak terlalu jadi persoalan. Buktinya, Kesultanan Aceh Darussalam pernah diperintah oleh beberapa ratu atau sultan. Pada periode selanjutnya pun Aceh cukup lekat dengan kepemimpinan para wanita tangguh macam Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan seterusnya.

Maka, tidak terlalu dipermasalahkan jika pada akhirnya Malahayati memilih jalur militer sebagai pilihan hidupnya. Ia merupakan salah satu hasil didikan Mahad Baitul Makdis, akademi ketentaraan Kesultanan Aceh Darussalam yang merekrut beberapa orang instruktur perang dari Turki (Solichin Salam, Malahayati: Srikandi dari Aceh, 1995:26). Malahayati tampaknya memang sangat berbakat di jalan yang harus ditempuh dengan berjibaku itu.

Tampil sebagai salah satu lulusan terbaik di Mahad Baitul Makdis membawa Malahayati ke level yang lebih tinggi. Pada era Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil (1589-1604), ia ditunjuk menjadi Komandan Istana Darud-Dunia–Kepala Pengawal sekaligus Panglima Protokol Istana–menggantikan suaminya yang gugur saat menghadapi Portugis di Teluk Haru, perairan Malaka.

sultan Alauddin juga memberi Malahayati kepercayaan untuk menduduki pucuk pimpinan tertinggi angkatan laut kerajaan, dengan pangkat laksamana, jabatan yang pernah pula diemban oleh ayah juga kakeknya. Malahayati disebut-sebut sebagai laksamana laut perempuan pertama di Nusantara, bahkan mungkin di dunia [Endang Moerdopo, Perempuan Keumala, 2008]

Duel Melawan Kapten Belanda

Malahayati tidak hanya memimpin tentara yang memang didominasi golongan pria. Ia juga menggalang kekuatan kaum wanita, terutama para janda yang ditinggal mati suaminya dalam perang di Teluk Haru, sama seperti dirinya. Barisan janda pemberani pimpinan Malahayati ini dikenal dengan nama Inong Balee (Damien Kingsbury, Peace in Aceh, 2006:195).

Awalnya, pasukan Inong Balee hanya beranggotakan 1.000 orang. Namun kemudian kekuatannya bertambah menjadi 2.000 tentara wanita. Malahayati menjadikan Teluk Lamreh Krueng Raya sebagai pangkalan militernya, dan di perbukitan yang terletak tidak jauh dari situ, ia membangun benteng sekaligus menara pengawas.

Malahayati memang tampak menonjol pada masa-masa itu. Selain mengelola pasukan, ia mengawasi seluruh pelabuhan dan bandar dagang di wilayah Aceh Darussalam, beserta kapal-kapalnya. Saat itu, kesultanan memiliki tidak kurang dari 100 buah kapal berukuran besar yang masing-masing bisa mengangkut lebih dari 400 penumpang.

Hingga pada 21 Juni 1599, rombongan penjelajah Belanda yang dipimpin de Houtman bersaudara merapat ke dermaga milik Aceh Darussalam. Ada dua kapal besar yang datang, bernama de Leeuw dan de Leeuwin (Ibrahim Alfian, Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah, 1999:67). Frederick dan Cornelis de Houtman bertindak sebagai kapten masing-masing kapal tersebut.

Semula, hubungan para pendatang dari Eropa itu dengan rakyat dan Kesultanan Aceh Darussalam terjalin baik-baik saja. Sampai kemudian, akibat tingkah orang-orang Belanda serta provokasi dari seorang Portugis yang dipercaya oleh Sultan Alauddin, mulai muncul benih-benih pertikaian.

[ MEMEDEPORTES ] Descripción gráfica del Juve-Atlético

(sumber gambar: www.memedeportes.com)

Gimana? Sudah ketemu cara mengerjakan mengenai "buatlah karangan dengan judul cornelis de houtman vs keumalahayati​" kan? Semoga solusi di atas bisa membantu penyelesaian PR anda.

Silahkan di-bookmark dan share ke teman lainnya ya ...

Post a Comment